TUGAS-5 BAGIAN C HASIL REVIEW
Nama : Nelisa Faradiba
Prodi : Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
NIM : 2311061028
5.8 Peringatan Allah tentang Takaran dan Timbangan
Hubungan antara nilai ukur dan bobot dapat mempunyai dua makna secara mendalam: makna lahiriah (ukuran dan bobot yang biasa digunakan dalam jual beli barang) dan makna lain, yang selanjutnya berkaitan dengan ukuran dalam penentuan penilaian, evaluasi.
Apa yang diwahyukan Allah SWT dalam Al-Qur'an secara khusus menyangkut para pemalsu timbangan dan takaran yang diperlakukan sebagai orang yang pada akhirnya akan mendapat azab oleh Allah SWT.
Mengukur dan menimbang sesuatu terkesan seperti hal kecil yang tidak banyak berpengaruh dalam skema besar kehidupan.
Pada saat yang sama, permasalahan ekonomi (saat itu) menjadi permasalahan yang sangat besar untuk menunjang permasalahan mendasar kesejahteraan manusia.
Secara global, penipuan yang dilakukan pelaku usaha dalam pengukuran dan penimbangan produk pasarnya dapat dihitung secara kumulatif harian, mingguan, bulanan, tahunan, terkait dengan jumlah penipu dan pihak yang memanfaatkan hasil penipuan tersebut.
Ini menambah banyak sekali pendapatan donasi yang dapat mereka kumpulkan dari jaringan pekerjaan mereka yang sangat menguntungkan.
Penipuan lainnya dapat diurutkan berdasarkan peringkatnya dan dihitung secara matematis, yang kesemuanya sangat merugikan masyarakat, bahkan negara.
Ini merupakan bentuk penguatan yang bisa membuka jalan bagi orang tua untuk kehilangan kesempatan menipu anaknya, misalnya dengan makanan yang tidak halal.
Namun energi perilaku menipu yang mengalir dalam makanan, minuman, pakaian, sikap bahkan pola hubungan orang tua dan anak telah menjadi kekuatan dahsyat yang mendorong mereka yang menikmati (disadari atau tidak) hasil penipuan.
Mengapa Allah SWT secara khusus mencatat penipuan pengukuran dan timbangan tersebut dengan ilmu yang sangat minim?
Di balik segala perilaku menipu dalam menggunakan takaran dan timbangan, terdapat kerugian yang sangat besar, yang dapat disebarkan melalui keteladanan, pembiasaan, bahkan keterpaksaan.
Peringatan Allah SWT terhadap berita bohong tentang takaran dan timbangan ada sembilan kalimat yang menjadi kunci permasalahan. (1) Seruan untuk tetap beribadah kepada Tuhan SWT sebagai Tuhan yang memberi petunjuk. (2) Bukti nyata cinta dan kekuasaan Allah SWT. (3) Mengenai ukuran dan skala yang sebenarnya dapat digunakan dalam transaksi jual beli, yang sering dilakukan oleh (4) pedagang yang kaya secara finansial yang (5) cenderung meminta keadilan dalam transaksi jual belinya, namun cenderung curang dalam mengukur dan menimbang kebutuhan pembeli. Semua perilaku tersebut berkaitan dengan peringatan Allah SWT lainnya tentang (6) keburukan, (7) merugikan hak orang lain, (8) keburukan di bumi, dan yang terpenting adalah peringatan tentang (9) kehancuran. . Kata mengukur dan menimbang, sebagaimana telah dibahas sebelumnya, juga merujuk pada penilaian keadilan dalam membuat undang-undang. Jika itu berkaitan dengan isi peringatan, mis. kerugian, pelanggaran hak orang lain dan hukuman yang berat, juga dapat terjadi apabila para ahli hukum tidak mempertimbangkan dan mengambil keputusan hukum secara adil. Hal ini juga mengacu pada perilaku yang mencari keuntungan sendiri, menipu kepentingan orang lain, yang merupakan benih kerugian yang berlanjut ke jenis perilaku buruk lainnya.
5.9 Konsep Halalan Thayyiban
Sering dikatakan di ruang publik bahwa konsep halal thayyiban hanya berkaitan dengan status kehalalan fisik suatu hal. Misalnya saja seseorang menyiapkan makanan ayam. Secara fisik, ayam merupakan salah satu jenis hewan yang halal menurut syariat, berbeda dengan Hinzir yang dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai hewan yang haram untuk dikonsumsi. Masyarakat merasa cukup aman jika makanan yang disajikan berbahan dasar ayam. Banyak umat Islam yang berani menyantap ayam dan hidangan serupa yang disiapkan oleh non-Muslim. Kehati-hatian biasanya dikorbankan, terutama ketika berhadapan dengan situasi makanan di lingkungan non-Muslim. Padahal, penampakan fisik ayam halal harus mencakup cara pengolahannya: cara pemotongannya, cara memasaknya agar tidak tercampur dengan bahan haram, juga ada persyaratan tempat memasak dan menyajikannya. makanan halal Banyak kasus dimana komunitas non-Muslim “menjaga” status tetangga, teman, atau orang yang diundang pada upacara tertentu dan memberikan makanan yang dianggap “aman” kepada umat Islam. Bagi mereka, “halal” hanya bersifat fisik. Namun, kondisi tubuh yang baik membuat mereka peduli terhadap tetangga dan teman Muslimnya. Mungkin informasi yang “tidak menyakitkan” diperlukan ketika umat Islam berbicara tentang kondisi nyata persyaratan halal dalam konsep Islam.
Thayyiban fisik adalah keadaan sesuatu yang “baik, tertib, tertib, prosedural, aman dan sesuai kaidah syariat”.
Namun kondisi ini diiringi dengan pertanyaan tambahan: “Apakah nafkah yang diberikan suami sebagai kepala keluarga sudah sesuai dengan kaidah cara dan sumber yang sah (masalah non fisik), tidak melanggar kaidah syariat atau adat istiadat?” ?hukum.?" Jika semua syarat di atas relevan, maka halal-thayyiban yang diwajibkan oleh aturan Islam dapat terlaksana.
Harta halal dan thayyib beserta bentuk dan contoh lain yang sejenis adalah harta halal dan thayyib secara fisik dan non fisik.
Sesuatu yang jelas halal dan thayyib masih dapat digolongkan masih thayyib apabila bertentangan dengan kondisi lain yang berkaitan dengan penggunanya.
Dengan uang yang halal dan thayyib misalnya, dibelikan gula (yang juga halal dan thayyib secara fisik dan non fisik), namun gula ini sangat berbahaya bagi kondisi orang yang menderita diabetes akut.
Bagi penderita kondisi ini, gula halal tidak thayyib karena secara medis diyakini jika mengonsumsi gula akan membahayakan keselamatannya.
Hal utama yang paling sulit dikendalikan adalah mengukur sesuatu yang secara fisik berkaitan dengan pengolahan halal.
Komentar
Posting Komentar